Jakarta, 20 Maret 2013
Saudari dan Saudara yang dikasihi Kristus,
Sejak dipilihnya Kardinal Jorge Mario Bergoglio dari Buenos Aires, Argentina yang memilih nama Fransiskus sebagai Paus pada tanggal 13 Maret lalu, nama Santo Fransiskus dari Assisi seakan mencuat kembali ke permukaan. Media internasional, misalnya “CNN International” setiap hari menyoroti apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Paus Fransiskus sejak hari pertama dipilihnya beliau, karena sejak awal orang sudah menduga-duga bahwa pemilihan nama Fransiskus ini membawa pesan khusus bagi Gereja (anda dan saya) dan dunia: pesan pembaharuan Gereja seperti sekian ratus tahun lalu dipesankan kepada Santo Fransiskus dari Assisi oleh Yesus Kristus dari Salib San Damiano: “Fransiskus, pergilah dan perbaikilah rumah-Ku, yang seperti kaulihat bobrok seluruhnya ini!” (LegMaj II:1; bdk. 2Cel 10; K3S 13).
Pembahasan antara para tokoh/pakar yang terdiri dari para rohaniwan dan awam tentang apa kiranya yang membuat Paus baru ini memilih nama Fransiskus malah sudah dilakukan beberapa saat menjelang Sri Paus muncul di balkon untuk berpidato pertama kalinya sebagai Paus yang baru di depan publik pada malam tanggal 13 Maret (14 Maret dini hari WIB) itu. Pembahasan itu mau tidak mau mengedepankan berbagai aspek yang menyangkut siapa Santo Fransiskus itu. Sungguh menarik, bahwa para tokoh media internasional yang awam-awam itu banyak yang sudah mengenal siapa dan berbagai sepak terjang Santo Fransiskus di kala masih hidup di dunia. Mereka (tidak semua beragama Katolik) berbicara tentang Bapak Serafik dengan penuh hormat. Newt Gingrich pun, mantan anggota kongres Amerika Serikat dari Partai Republik yang dikenal sebagai seorang konservatif dan belum lama menjadi seorang Katolik, ketika diwawancari oleh “CNN International” berbicara mengenai keterkaitan antara pemilihan nama Paus yang baru dengan sang Santo pelindung Italia itu secara akurat dan penuh empati.
Sri Paus dalam beberapa kesempatan juga menjelaskan mengapa beliau memilih nama Fransiskus: kesederhanaan dan kemiskinan orang kudus ini, sebagai pembawa damai, pencinta lingkungan hidup (orang kudus pelindungnya), Gereja seharusnya menjadi Gereja orang miskin. Semua ini memang sudah dibuktikan dari kehidupan rohaniwan Yesuit ini ketika menjadi pemimpin gereja di Argentina: memilih untuk hidup sederhana, transportasi dengan menggunakan angkot, memilih apartemen sederhana dan bukannya istana Kardinal, memperjuangkan hak-hak orang miskin dlsb. Inilah pertama kalinya kita mendengar seorang Paus baru yang dengan kerendahan hati mohon diberkati, ... mohon didoakan oleh umat yang dipimpinnya. Terlihat pula bagaimana secara spontan umat yang hadir di lapangan mulai berdoa, demikian pula kita yang memirsa televisi.
Pada tahun 1927, P. Peter Lippert SJ – seorang imam Yesuit – mengatakan sesuatu yang mencerminkan pengharapan pada masanya:
Prinsip yang memimpin, melalui Benediktus kepada Dominikus dan terus sampai kepada Ignasius, kemudian kepada organisasi kongregasi-kongregasi religius yang lebih belakangan, kelihatannya telah mendekati batas dalam hal kemungkingan-kemungkinan untuk berkembang lebih lanjut. Hal ini bukan berarti bahwa Ordo-ordo dan Kongregasi-kongregasi itu akan menjadi tidak berguna dan tidak relevan. Akan tetapi ada sebuah panduan baru yang bersifat fundamental, yang dicari oleh begitu banyak orang, dan dieksperimenkan dalam fondasi-fondasi yang baru, teristimewa hari ini, barangkali dapat ditemukan dalam suatu arah jalan yang agak berbeda, yaitu dalam cita-cita primitif Fransiskan: semangat/kegembiraan hidup yang tidak terintangi dalam sebuah komunitas cinta yang bebas, yang mengekspresikan diri secara spontan tanpa dipaksa ke dalam bentuk yang sesuai dengan resep-resep dan peraturan-peraturan tertentu, mengembangkan kepribadian-kepribadian seturut sifat hakiki mereka sendiri, vital dan orisinal, mentaati hukum disiplin mereka sendiri dan perintah-diri sendiri. Seandainya Allah pada suatu hari memberi rahmat kepada Gereja-Nya dengan Ordo masa depan, untuk mana begitu banyak yang terbaik merindukannya hari ini, maka barangkali Ordo itu akan berdasarkan inspirasi dari Santo Fransiskus (Stimmen der Zeit; terjemahan bahasa Inggris terdapat dalam buku WE ARE SENT).
Seorang Yesuit lain telah mengambil kata-kata di atas dan mengasosiasikannya dengan capaian-capaian dan wawasan-wawasan yang diperoleh selama Konsili Vatikan II. P. Mario von Galli SJ, dalam bukunya, Gelebte Zukunft, menyatakan bahwa Fransiskus dari Assisi telah menjadi tema rahasia dari Konsili dan bahwa Gereja telah mengambil jalan Santo Fransiskus.
Seorang Fransiskan dari India, P. Joy Prakash OFM, dalam tulisannya yang berjudul CHRISTIAN EXPERIENCE OF ST. FRANCIS (TAU, June 2004), menulis bahwa petikan tulisan dari P. Peter Lippert SJ di atas membuat kita – para Fransiskan zaman modern – merasa malu, namun pada saat yang sama juga bergembira dengan penuh bangga, bahwa dalam Santo Fransiskus dari Assisi terdapat suatu cara hidup yang memiliki tanda-tanda hidup Injili yang begitu dibutuhkan pada/untuk segala zaman. Kristus memang harus menjadi pusat iman setiap orang Kristiani, namun ada suatu cara di mana kita dapat berbicara mengenai penekanan secara istimewa dari kesentralan Kristus itu dalam tradisi/spiritualitas Fransiskan.
Dari testimoni-testimoni kedua imam Yesuit di atas, jelas ada ekspektasi-ekspektasi umum terhadap gerakan Fransiskan, namun pada zaman ini kita dapat menambahkan lagi beberapa hal:
§ Gerakan perdamaian: banyak dari orang-orang yang terlibat dalam gerakan ini memperoleh inspirasi dari Santo Fransiskus dan mereka mengharapkan bahwa gerakan Fransiskan membuat cita-cita Fransiskan menjadi efektif dalam dunia dewasa ini. Justice and peace merupakan gerakan yang harus senantiasa dikembangkan oleh gerakan Fransiskan.
§ Gereja dari orang-orang miskin: banyak dari orang-orang di seluruh dunia yang melibatkan diri untuk terwujudnya sebuah “Gereja orang miskin” yang sungguh miskin suka mengingat Santo Fransiskus dan memandang orang kudus ini sebagai “model” bagi mereka. Mereka mengharapkan orang-orang yang telah memilih bagi diri mereka suatu cara-hidup seturut teladan Santo Fransiskus (termasuk kita para anggota OFS) agar menjadi pionir-pionir dalam mewujudkan “Gereja orang miskin” yang sungguh miskin (Inggris: A poor “Church of the Poor”).
§ Gerakan lingkungan hidup: Gerakan yang memperjuangkan pelestarian lingkungan hidup yang cocok untuk orang-orang tinggal di dalamnya, mendeklarasikan bahwa hanya Fransiskus dari Assisi yang dapat menciptakan prakondisi-prakondisi religius bagi dunia untuk dapat survive. Mereka pun mengharapkan tanggapan yang sepenuh hati dari gerakan Fransiskan.
Gerakan-gerakan untuk melakukan dialog antar-agama dengan saudari-saudara Muslim atau yang beragama lain, gerakan pengentasan kemiskinan, evangelisasi baru dlsb.; untuk setiap dan masing-masing gerakan itu Fransiskus mempunyai jawabannya, dan gerakan Fransiskan mempunyai sesuatu untuk disumbangkan bagi gerakan-gerakan itu.
Paus Fransiskus yang dipilih dalam masa Prapaskah 2013 ini telah memberi tanda akan pentingnya perubahan dalam Gereja dan hidup menggereja dari umat, termasuk melakukan pertobatan secara berkesinambungan. Kita, para anggota OFS, yang merupakan bagian dari Gerakan Fransiskan, sekali lagi – mulai pada masa Prapaskah ini – harus kembali ke halaman satu, yaitu spiritualitas atau cara hidup sejati seturut teladan Santo Fransiskus dari Assisi, yang menjadikan Kristus penjiwa dan poros kehidupannya di hadapan Tuhan dan sesama (AD OFS Artikel 4). Jangan pula kita melupakan permintaan dari Paus Fransiskus untuk mendoakan beliau. Marilah kita membuat komitmen untuk mendoakan beliau setiap hari, misalnya dengan mendoakan satu “Bapa Kami”, satu “Salam Maria”, dan satu “Kemuliaan”.
Misa inaugurasi pontifikat untuk Paus Fransiskus telah terselenggara dengan baik pada tanggal 19 Maret kemarin, yaitu pada “HARI RAYA S. YUSUF, SUAMI SP MARIA”. Pada hari-hari menjelang peringatan Gereja akan saat-saat sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus, marilah kita mengingat baik-baik apa yang dikatakan oleh Santo Fransiskus menjelang kematiannya sendiri: “Marilah saudara-saudara, kita mulai mengabdi kepada Tuhan Allah, sebab hingga kita kita hampir tidak atau sedikit saja atau sama sekali tidak mencapai kemajuan” (1Cel 103; bdk. LegMaj XIV:1).
Pertanyaan untuk refleksi pribadi: Sudah berapa kalikah aku melakukan devosi JALAN SALIB, baik di gereja atau di rumah selama masa Prapaskah 2013 ini?
Salam persaudaraan,
DEWAN REDAKSI SITUS OFS INDONESIA
Saudari dan Saudara yang dikasihi Kristus,
Sejak dipilihnya Kardinal Jorge Mario Bergoglio dari Buenos Aires, Argentina yang memilih nama Fransiskus sebagai Paus pada tanggal 13 Maret lalu, nama Santo Fransiskus dari Assisi seakan mencuat kembali ke permukaan. Media internasional, misalnya “CNN International” setiap hari menyoroti apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Paus Fransiskus sejak hari pertama dipilihnya beliau, karena sejak awal orang sudah menduga-duga bahwa pemilihan nama Fransiskus ini membawa pesan khusus bagi Gereja (anda dan saya) dan dunia: pesan pembaharuan Gereja seperti sekian ratus tahun lalu dipesankan kepada Santo Fransiskus dari Assisi oleh Yesus Kristus dari Salib San Damiano: “Fransiskus, pergilah dan perbaikilah rumah-Ku, yang seperti kaulihat bobrok seluruhnya ini!” (LegMaj II:1; bdk. 2Cel 10; K3S 13).
Pembahasan antara para tokoh/pakar yang terdiri dari para rohaniwan dan awam tentang apa kiranya yang membuat Paus baru ini memilih nama Fransiskus malah sudah dilakukan beberapa saat menjelang Sri Paus muncul di balkon untuk berpidato pertama kalinya sebagai Paus yang baru di depan publik pada malam tanggal 13 Maret (14 Maret dini hari WIB) itu. Pembahasan itu mau tidak mau mengedepankan berbagai aspek yang menyangkut siapa Santo Fransiskus itu. Sungguh menarik, bahwa para tokoh media internasional yang awam-awam itu banyak yang sudah mengenal siapa dan berbagai sepak terjang Santo Fransiskus di kala masih hidup di dunia. Mereka (tidak semua beragama Katolik) berbicara tentang Bapak Serafik dengan penuh hormat. Newt Gingrich pun, mantan anggota kongres Amerika Serikat dari Partai Republik yang dikenal sebagai seorang konservatif dan belum lama menjadi seorang Katolik, ketika diwawancari oleh “CNN International” berbicara mengenai keterkaitan antara pemilihan nama Paus yang baru dengan sang Santo pelindung Italia itu secara akurat dan penuh empati.
Sri Paus dalam beberapa kesempatan juga menjelaskan mengapa beliau memilih nama Fransiskus: kesederhanaan dan kemiskinan orang kudus ini, sebagai pembawa damai, pencinta lingkungan hidup (orang kudus pelindungnya), Gereja seharusnya menjadi Gereja orang miskin. Semua ini memang sudah dibuktikan dari kehidupan rohaniwan Yesuit ini ketika menjadi pemimpin gereja di Argentina: memilih untuk hidup sederhana, transportasi dengan menggunakan angkot, memilih apartemen sederhana dan bukannya istana Kardinal, memperjuangkan hak-hak orang miskin dlsb. Inilah pertama kalinya kita mendengar seorang Paus baru yang dengan kerendahan hati mohon diberkati, ... mohon didoakan oleh umat yang dipimpinnya. Terlihat pula bagaimana secara spontan umat yang hadir di lapangan mulai berdoa, demikian pula kita yang memirsa televisi.
Pada tahun 1927, P. Peter Lippert SJ – seorang imam Yesuit – mengatakan sesuatu yang mencerminkan pengharapan pada masanya:
Prinsip yang memimpin, melalui Benediktus kepada Dominikus dan terus sampai kepada Ignasius, kemudian kepada organisasi kongregasi-kongregasi religius yang lebih belakangan, kelihatannya telah mendekati batas dalam hal kemungkingan-kemungkinan untuk berkembang lebih lanjut. Hal ini bukan berarti bahwa Ordo-ordo dan Kongregasi-kongregasi itu akan menjadi tidak berguna dan tidak relevan. Akan tetapi ada sebuah panduan baru yang bersifat fundamental, yang dicari oleh begitu banyak orang, dan dieksperimenkan dalam fondasi-fondasi yang baru, teristimewa hari ini, barangkali dapat ditemukan dalam suatu arah jalan yang agak berbeda, yaitu dalam cita-cita primitif Fransiskan: semangat/kegembiraan hidup yang tidak terintangi dalam sebuah komunitas cinta yang bebas, yang mengekspresikan diri secara spontan tanpa dipaksa ke dalam bentuk yang sesuai dengan resep-resep dan peraturan-peraturan tertentu, mengembangkan kepribadian-kepribadian seturut sifat hakiki mereka sendiri, vital dan orisinal, mentaati hukum disiplin mereka sendiri dan perintah-diri sendiri. Seandainya Allah pada suatu hari memberi rahmat kepada Gereja-Nya dengan Ordo masa depan, untuk mana begitu banyak yang terbaik merindukannya hari ini, maka barangkali Ordo itu akan berdasarkan inspirasi dari Santo Fransiskus (Stimmen der Zeit; terjemahan bahasa Inggris terdapat dalam buku WE ARE SENT).
Seorang Yesuit lain telah mengambil kata-kata di atas dan mengasosiasikannya dengan capaian-capaian dan wawasan-wawasan yang diperoleh selama Konsili Vatikan II. P. Mario von Galli SJ, dalam bukunya, Gelebte Zukunft, menyatakan bahwa Fransiskus dari Assisi telah menjadi tema rahasia dari Konsili dan bahwa Gereja telah mengambil jalan Santo Fransiskus.
Seorang Fransiskan dari India, P. Joy Prakash OFM, dalam tulisannya yang berjudul CHRISTIAN EXPERIENCE OF ST. FRANCIS (TAU, June 2004), menulis bahwa petikan tulisan dari P. Peter Lippert SJ di atas membuat kita – para Fransiskan zaman modern – merasa malu, namun pada saat yang sama juga bergembira dengan penuh bangga, bahwa dalam Santo Fransiskus dari Assisi terdapat suatu cara hidup yang memiliki tanda-tanda hidup Injili yang begitu dibutuhkan pada/untuk segala zaman. Kristus memang harus menjadi pusat iman setiap orang Kristiani, namun ada suatu cara di mana kita dapat berbicara mengenai penekanan secara istimewa dari kesentralan Kristus itu dalam tradisi/spiritualitas Fransiskan.
Dari testimoni-testimoni kedua imam Yesuit di atas, jelas ada ekspektasi-ekspektasi umum terhadap gerakan Fransiskan, namun pada zaman ini kita dapat menambahkan lagi beberapa hal:
§ Gerakan perdamaian: banyak dari orang-orang yang terlibat dalam gerakan ini memperoleh inspirasi dari Santo Fransiskus dan mereka mengharapkan bahwa gerakan Fransiskan membuat cita-cita Fransiskan menjadi efektif dalam dunia dewasa ini. Justice and peace merupakan gerakan yang harus senantiasa dikembangkan oleh gerakan Fransiskan.
§ Gereja dari orang-orang miskin: banyak dari orang-orang di seluruh dunia yang melibatkan diri untuk terwujudnya sebuah “Gereja orang miskin” yang sungguh miskin suka mengingat Santo Fransiskus dan memandang orang kudus ini sebagai “model” bagi mereka. Mereka mengharapkan orang-orang yang telah memilih bagi diri mereka suatu cara-hidup seturut teladan Santo Fransiskus (termasuk kita para anggota OFS) agar menjadi pionir-pionir dalam mewujudkan “Gereja orang miskin” yang sungguh miskin (Inggris: A poor “Church of the Poor”).
§ Gerakan lingkungan hidup: Gerakan yang memperjuangkan pelestarian lingkungan hidup yang cocok untuk orang-orang tinggal di dalamnya, mendeklarasikan bahwa hanya Fransiskus dari Assisi yang dapat menciptakan prakondisi-prakondisi religius bagi dunia untuk dapat survive. Mereka pun mengharapkan tanggapan yang sepenuh hati dari gerakan Fransiskan.
Gerakan-gerakan untuk melakukan dialog antar-agama dengan saudari-saudara Muslim atau yang beragama lain, gerakan pengentasan kemiskinan, evangelisasi baru dlsb.; untuk setiap dan masing-masing gerakan itu Fransiskus mempunyai jawabannya, dan gerakan Fransiskan mempunyai sesuatu untuk disumbangkan bagi gerakan-gerakan itu.
Paus Fransiskus yang dipilih dalam masa Prapaskah 2013 ini telah memberi tanda akan pentingnya perubahan dalam Gereja dan hidup menggereja dari umat, termasuk melakukan pertobatan secara berkesinambungan. Kita, para anggota OFS, yang merupakan bagian dari Gerakan Fransiskan, sekali lagi – mulai pada masa Prapaskah ini – harus kembali ke halaman satu, yaitu spiritualitas atau cara hidup sejati seturut teladan Santo Fransiskus dari Assisi, yang menjadikan Kristus penjiwa dan poros kehidupannya di hadapan Tuhan dan sesama (AD OFS Artikel 4). Jangan pula kita melupakan permintaan dari Paus Fransiskus untuk mendoakan beliau. Marilah kita membuat komitmen untuk mendoakan beliau setiap hari, misalnya dengan mendoakan satu “Bapa Kami”, satu “Salam Maria”, dan satu “Kemuliaan”.
Misa inaugurasi pontifikat untuk Paus Fransiskus telah terselenggara dengan baik pada tanggal 19 Maret kemarin, yaitu pada “HARI RAYA S. YUSUF, SUAMI SP MARIA”. Pada hari-hari menjelang peringatan Gereja akan saat-saat sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus, marilah kita mengingat baik-baik apa yang dikatakan oleh Santo Fransiskus menjelang kematiannya sendiri: “Marilah saudara-saudara, kita mulai mengabdi kepada Tuhan Allah, sebab hingga kita kita hampir tidak atau sedikit saja atau sama sekali tidak mencapai kemajuan” (1Cel 103; bdk. LegMaj XIV:1).
Pertanyaan untuk refleksi pribadi: Sudah berapa kalikah aku melakukan devosi JALAN SALIB, baik di gereja atau di rumah selama masa Prapaskah 2013 ini?
Salam persaudaraan,
DEWAN REDAKSI SITUS OFS INDONESIA